Wah! Semua mata terbelalak -- berpusat kepada laki-laki yang berdiri persis di atas atap gedung berlantai 33, siap untuk bunuh diri. Sejumlah polisi sibuk mengamankan lokasi yang dipenuhi orang-orang yang ingin menyaksikan peristiwa tragis itu secara langsung, dengan berbagai ekspresi yang tak kalah seru. Ada yang bergidik, ada yang terbelalak histeris, ada juga yang terkagum-kagum.
Situasi heboh
itu melumpuhkan lalulintas. Beberapa polisi sibuk berdebat dan stres mencari
solusi bagaimana mencegah orang sableng itu agar tidak mewujudkan kegilaannya. Ada
juga polisi yang langsung menghubungi pihak rumah sakit untuk segera mengirimkan
ambulans.
Mengapa ada
yang ingin bunuh diri?
Silakan tanya kepada para penduduk di sebuah negeri yang sedang dilanda cinta, atau kepada seorang laki-laki muda yang tampan, yang kini berdiri gagah dan tenang di bibir gedung pencakar langit, dan siap terjun bebas. Padahal, embun masih terjun ke bawah ketika polisi yang memanjat baru mencapai setengah gedung.
Silakan tanya kepada para penduduk di sebuah negeri yang sedang dilanda cinta, atau kepada seorang laki-laki muda yang tampan, yang kini berdiri gagah dan tenang di bibir gedung pencakar langit, dan siap terjun bebas. Padahal, embun masih terjun ke bawah ketika polisi yang memanjat baru mencapai setengah gedung.
Orang-orang pun
berteriak histeris. Dan, lihatlah, seperti tubuh yang bunuh diri pertama,
wanita itu juga melayang-layang ke bawah. Dari tubuhnya, satu per satu tumbuh
bunga-bunga yang mekar. Dan, begitu tiba di tanah, tubuhnya telah menjelma
sebatang pohon bunga beraneka rupa. Di pucuk bunga terselip kertas yang
bertulis, ''Kubuktikan cinta dengan kepasrahan!''
Belum habis
keterkejutan orang-orang, kembali terdengar teriakan seseorang, ''Lihat! Di
atas gedung bertingkar 52 sana juga ada yang hendak bunuh diri!''
Semua terperangah, berteriak ngeri. ''Kegilaan apa lagi ini?!''
''Lihat! Di gedung 67 tingkat itu juga!''
''Lihat! Di gedung warna kelabu ungu bertingkat 73 itu juga!''
''Lihat! Di atas menara pahlawan itu juga!''
Semua terperangah, berteriak ngeri. ''Kegilaan apa lagi ini?!''
''Lihat! Di gedung 67 tingkat itu juga!''
''Lihat! Di gedung warna kelabu ungu bertingkat 73 itu juga!''
''Lihat! Di atas menara pahlawan itu juga!''
Semua menggigil
seputih kapas di ujung ilalang. Bahkan angin pun beringsut ketakutan. Sebab,
hari itu lebih sepuluh orang melakukan bunuh diri dengan cara yang sama
(melompat dari atas gedung bertingkat) dan motif yang sama atau hampir sama.
Mungkinkah cinta yang menciptakan semua tragedi yang mencemaskan ini?
Peristiwa itu
mencengangkan semua orang, sekaligus menimbulkan rasa takut dan khawatir yang
hebat. Dan peristiwa ini menjadi topik utama di mana-mana, dari kedai kopi,
kafe hingga hotel berbintang, terutama menjadi headline koran-koran
terkemuka. Berbagai
kalangan pengamat memberi komentar dan tanggapan, dari psikolog hingga pengamat
sepakbola.
Ternyata, hari
demi hari, peristiwa bunuh diri itu tiada henti, terus-menerus terjadi. Sehingga,
semakin panjang daftar orang yang mati bunuh diri dengan melompat dari atas
gedung. Bahkan menjadi ancaman, melebihi wabah penyakit menular. Bunuh diri itu
sudah melanda semua orang, dari jompo hingga anak-anak, dengan teknik yang
semakin aneh. Sableng bin edan! Ada yang berpakaian Pangeran, Ratu,
Pendekar, Batman, Superman. Ada yang bersalto, jumpalitan di udara,
berselancar. Ada pula yang terjun sambil baca puisi.
Penduduk negeri
itu semakin dicekam rasa takut dan waswas yang luar biasa. Semua
mengkhawatirkan sanak keluarganya dan dirinya akan ikut bunuh diri suatu waktu.
Sebab, penyakit bunuh diri itu dengan cepat menyebar dan menjangkiti siapa
saja. ''Bila tidak segera dihentikan, anak-anak kita, saudara kita, bahkan kita
sendiri akan terpengaruh, dan melakukan tindakan bunuh diri itu.''
''Ya. Ini harus kita hentikan!''
''Bagaimana caranya? Adakah cara jitu yang kamu pikirkan?''
''Ya. Ini harus kita hentikan!''
''Bagaimana caranya? Adakah cara jitu yang kamu pikirkan?''
''Ah. Ayo,
kalangan intelektual, berpikir dan bertindaklah segera. Jangan cuma ngoceh ke
sana ke mari!'' teriak orang-orang, kehilangan arah.
Penduduk semakin panik, saling bertanya satu sama lain. Tetapi, semua menggeleng. Semua angkat bahu. Semua jadi buntu jadi batu. Apa lagi yang dapat dilakukan?
Penduduk semakin panik, saling bertanya satu sama lain. Tetapi, semua menggeleng. Semua angkat bahu. Semua jadi buntu jadi batu. Apa lagi yang dapat dilakukan?
Maka, tanpa
dikomando, semua tekun berdoa dan samadi agar wabah penyakit bunuh diri itu
segera berakhir. Sayangnya,
ketika doa-doa meluncur di udara, burung-burung gagak berebutan menyerbu dan
mencabik-cabiknya sehingga tidak pernah sampai di meja kerja Tuhan. Jika pun
ada yang sampai, cuma berupa sisa atau percah. Tentu Tuhan tidak sudi
mendengarnya. Apalagi Tuhan semakin sibuk menata surga -- sambil mendengarkan
musik klasik -- karena kiamat sudah dekat.
Disengat kepasrahan yang mencekam itu, tiba-tiba Maharaja
menemukan gagasan, ''Kita bikin pengumuman!'' teriaknya pasti.
Seketika semua melongong. ''Pengumuman? Untuk apa?''
''Di setiap tempat, kita buat pengumuman: Dilarang Jatuh Cinta!''
Semua kurang menanggapi. ''Apakah mungkin efektif untuk mengatasi maut yang mengancam di depan mata kita?''
Seketika semua melongong. ''Pengumuman? Untuk apa?''
''Di setiap tempat, kita buat pengumuman: Dilarang Jatuh Cinta!''
Semua kurang menanggapi. ''Apakah mungkin efektif untuk mengatasi maut yang mengancam di depan mata kita?''
Maharaja angkat bahu. ''Coba dulu, baru tahu hasilnya,''
jawab Maharaja. ''Masalah utamanya sudah jelas, akibat cinta. Setiap orang yang
terjerat cinta, entah mengapa jadi ingin bunuh diri. Satu-satunya cara, ya,
kita larang orang-orang jatuh cinta. Siapa pun tak boleh jatuh cinta agar hidup
terjamin.''
''Wah, mana
mungkin. Jatuh cinta itu manusiawi. Beradab dan berbudaya. Berasal dari
hati. Kata hati. Muncul begitu saja -- tanpa diundang. Apalagi, cinta kan
pemberian Tuhan,'' protes orang-orang, tak dapat menerima pendapat Maharaja
yang dinilai ngawur.
''Terserah.
Jika ingin selamat, menjauhlah dari cinta. Kalian jangan
pernah jatuh cinta. Mengerti?! Tetapi jika sudah bosan hidup, ya,
silakan jatuh cinta!'' tegas Maharaja. ''Sekarang, mari kita pasang
pengumuman itu sebanyak-banyaknya dan sebesar-besarnya!''
Meski dijerat
tali ketidakmengertian yang luar biasa, pengumuman akhirnya dibuat juga.
Dipancangkan dan ditempelkan di mana-mana, termasuk di bandara. Maharaja bahkan
melakukan siaran langsung di seluruh televisi:
''Saudara-saudari
sekalian yang saya benci. Sebab, mulai sekarang, saya tak ingin mencintai, agar
berumur panjang. Saya harus benar-benar dipenuhi kebencian. Seperti kita
saksikan bersama-sama, cinta telah menyebabkan banyak orang bunuh diri. Cinta
telah membutakan mata. Cinta telah merenggut nyawa sanak keluarga kita. Cinta
mengancam kita. Maka, dengan ini, kepada semua yang mendengarkan pengumuman
ini, saya tegaskan: dilarang jatuh cinta! Kita harus melawan cinta. Kita tegas-tegas
menolak cinta. Cinta tidak memberi apa-apa yang berharga bagi kita, cuma
kematian. Mengerikan, bukan? Mulai sekarang, kita proklamirkan
semboyan baru kita: hidup sehat tanpa cinta. Hiduplah dengan saling membenci,
bercuriga, menghasut, dan sebagainya. Jangan pernah mencintai!''
Aneh. Penduduk
bertepuk sorak menyambut pengumuman itu. Bahkan, untuk selanjutnya, banyak yang
memuji kebijaksanaan Maharaja sebagai sikap brilian. Mereka merasa telah
menemukan solusi jitu memberantas wabah penyakit bunuh diri itu. Hidup tanpa
cinta, tidak terlalu buruk demi hari depan yang lebih baik. Dengan saling
membenci, esok yang lebih cerah dan terjamin siapa tahu segera tercapai.
Hari masih
terlalu subuh. Ayam dan burung-burung masih ngorok. Tetapi keributan
orang-orang dan kesibukan polisi telah merobek cadar ketenangan. Apalagi
wartawan-wartawan sibuk meliput dan melaporkan -- blizt dan lampu kamera
televisi berpantulan.
Apa yang sedang
terjadi. Wah. Sungguh mengejutkan dan mencengangkan! Betapa tidak, di depan
gedung istana Maharaja berlantai 113 yang mencuat menusuk langit kelam,
Maharaja dengan masih memakai piyama sedang berdiri di atasnya bersiap-siap
bunuh diri.
Orang-orang
menahan napas dan terbelalak ngeri menyaksikan tragedi ini. Sementara,
istrinya, Maharani menyorot api kebencian, ''Biarkan ia menikmati kesempurnaan
cintanya!''
Maharaja
mengembangkan tangan. ''Ah. Ternyata cinta itu indah. Kita tak dapat
hidup tanpa cinta. Cinta itu anugerah. Berdosalah orang-orang yang tak memiliki
cinta!'' teriak Maharaja, lalu melompat ke bawah. Tubuhnya melayang dan
ditumbuhi bunga-bunga mekar.
Tiba-tiba
menyusul sesosok tubuh wanita muda yang sintal, melompat sembari bersenandung
lagu cinta. Tubuhnya juga melayang, seperti menari -- dan ditumbuhi
bunga-bunga mekar.
Begitu tiba di
tanah, bunga-bunga itu pelahan merambat dan menyatu, lalu membesar dan menjadi
belukar yang menjalari dinding-dinding istana dan rumah tangga-rumah tangga.
Semua melotot
heran. ''Mengapa Maharaja bisa segila itu?''
''Selingkuh. Ia selingkuh dengan sekretarisnya!'' cibir Maharani sambil meludah ke tengah belukar itu.
''Selingkuh. Ia selingkuh dengan sekretarisnya!'' cibir Maharani sambil meludah ke tengah belukar itu.
Akibat ludah
itu, tiba-tiba belukar itu bergerak-gerak liar sepenuh nafsu kelabu, membelit
kedua kaki Maharani, dan menariknya, ''Cintakah?!''
........................................................
koran sastra